Batik Purbalingga


Purbalingga terletak di provinsi Jawa Tengah, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Kabupaten Banyumas (Purwokerto). Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan sebelah utara dengan Kabupaten Pemalang. Kota Purbalingga lebih dikenal sebagai Kota Perwira. Kota ini juga menyimpan keindahan hasil kerajinan berupa kain batik. Sekilas Batik Purbalingga hampir mirip dengan batik Banyumas, karena Purbalingga memang pernah satu karisidenan dengan Banyumas.

Batik di Indonesia digolongkan dalam tiga kategori, yaitu batik keraton, batik pesisiran dan batik pedalaman. Batik Purbalingga termasuk ke dalam batik pedalaman, yang cenderung memiliki motif lebih besar dan ekspresif dengan motif tumbuh-tumbuhan, binatang air, dan binatang kecil seperti tawon dan semut. Meskipun terbilang sama dan serumpun dengan Batik Banyumas, namun Batik Purbalingga tetap memiliki ciri khas yang berbeda, yaitu memiliki ciri khas pada gaya isian dan ornamen penghias. Adapun motif yang banyak di produksi yaitu motif lumbon, motif petean, motif jahe srimpang, motif kukel, motif parangtritis, dan lain sebagainya.

Batik Purbalingga Motif Lumbon 

Sumber: https://produsenbatik.com

Proses pewarnaan pada Batik Purbalingga menggunakan pewarna alami yaitu dengan cara pencelupan ke dalam larutan kayu mahoni dan jantung pisang, warna yang khas pada Batik Purablingga yaitu identik dengan warna hitam dan coklat. Untuk mewarnai, mereka harus pergi ke sentra industri batik di Sokaraja, Banyumas. Perajin batik di Kabupaten Purbalingga secara umum belum bisa mewarnai sendiri. Sehingga kondisi ini mengakibatkan biaya produksi makin meninggi. Produksi batik pun tak efisien, karena para perajin hanya menganggap usaha batik hanya sebagai sambilan sehingga mereka kurang serius dalam peningkatan kemampuan teknologi peralatan.

Sumber: https://blog.ub.ac.id

Sentra batik di Purbalingga terdapat di Dusun Mindik, Desa Gandasuli, Kecamatan Bobotsari, Kecamtan Karanganyar, Bojongsari, Purbalingga dan Karangmoncol.


Sumber: https://vanpurba.blogspot.com

Berbagai problematika batik yang ada di Kabupaten Purbalingga sebagai berikut:

Pertama, tidak dimilikinya kemampuan produksi batik dari awal proses sampai proses pelorodan. Pembatik di desa masih sekedar menjadi pekerja para pengepul. Mereka hanya bisa menggambar motif. Masalah mewarna dan tahapan finishing lainnya mereka belum mumpuni. 

Kedua, tak adanya regenerasi yang baik di kalangan pembatik, dari data yang dihimpun Paguyuban Perajin Batik Purbalingga, pada 2010 ada 460 perajin batik, namun pada 2011 sudah menyusut tinggal 126 perajin yang tersisa. Hampir 80 persen pebatik yang ada berusia lebih dari 60 tahun. 

Ketiga, terbatasnya akses pemasaran. Selama ini, perajin batik hampir seluruh desa di Kota Purbalingga masih mengandalkan pengepul untuk menjual batiknya. Mereka hanya mampu menjual ke pengepul di wilayah Sokaraja, Kabupaten Banyumas, padahal ada ketimpangan harga yang luar biasa tinggi. 

Keempat, perajin batik tidak punya tempat pamer karya mereka sendiri. Sekalipun banyak kecamatan yang dikenal sebagai sentra batik, namun showroom khusus batik masih nihil. Kondisi ini, sangat menyulitkan promosi dan mendorong wisatawan membeli batik asli Purbalingga. 

Kelima, di kalangan pembatik sendiri, belum terjalin rasa kebersamaan. Setiap pembatik justru saling banting harga biar mendapatkan order membatik. Kondisi tidak akur ini membuat proses konsolidasi dan pengembangan dunia batik Purbalingga sukar dilakukan. 

Keenam, motif batik yang ada di Purbalingga, yang lekat dengan nuansa flora masih dibuat dengan motif yang besar-besar. Dengan begitu, akan sulit untuk dibuat desain baju. Sehingga, hasil produksi yang ada masih merujuk pada pembuatan kain jarik, belum mengarah pada desain baju. 

Ketujuh, masalah klise yang selalu dihadapi warga dalam mengembangkan usahannya ialah permodalan. Sampai sekarang, pengembangan usaha batik di level desa sulit dilakukan karena memang modal yang dimiliki sangat kecil. Hanya sebatas perputaran produksi semata, itupun dalam skala kecil. Kondisi pelik dari ujung hingga pangkal tersebut, yang pada akhirnya, membuat perajin batik memilih banting setir. Mereka enggan membatik karena ongkos produksi tak sepadan dengan pendapatan yang mereka peroleh. Kondisi ini, diyakini terjadi di banyak daerah di Purbalingga bahkan nusantara.


Sumber: https://batik-purbalingga.blogspot.com

Upaya untuk melestarikan Batik Purbalingga telah dilakukan oleh Pemerintah daerah dengan menerbitkan peraturan daerah tentang penggunaan pakaian batik. Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Purbalingga diwajibkan untuk memakai batik setiap hari Kamis dan Sabtu. Event budaya seperti Gelar Cipta Karya Batik Purbalingga digelar rutin setiap tahun sehingga generasi muda juga dikenalkan melalui fashion show tahunan.


Sumber: https://batikaseliindonesia.wordpress.com

Semoga bermanfaat.

Sumber: Fitinline
Previous Post Next Post