Kampung Adat Toraja Sillanan Tana Toraja Sulawesi Selatan

Pemandangan Tana Toraja (https://toraja-it.blogspot.co.id)

Kampung Adat Toraja Sillanan terletak di Desa Sillanan, Kecamatan Gandangbatu Sillanan, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan, sebuah perkampungan tradisional masyarakat Toraja, sekitar 35 kilometer ke arah selatan Rantepao, atau sekitar 18 Km dari Makale, ibukota Kabupaten Tana Toraja (Tator).


Kampung adat Sillanan adalah sebuah desa kecil yang damai di wilayah Tana Toraja. Desa ini cukup unik karena terletak di lereng gunung batu atau gunung kapur dengan hampir seluruh wilayah desa tertutup bebatuan. Menurut narasumber sebelum masuknya agama, orang-orang Toraja menganut paham animisme dan kepercayaan asli yang bernama Parandangan.


Di tempat ini pula, kita dapat melihat beberapa rumah adat tongkonan yang di jadikan pusat pemerintahan adat ada masa lampau. Setiap tongkonan memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam pemerintahan adat tersebut. Warga desa sillanan sebagian besar adalah petani yang memelihara tanaman kopi, sayur-sayuran, hingga padi di celah-celah sempit di antara bebatuan.

Rumah Adat

Rumah adat Kampung Adat Toraja Sillanan (https://alamfay.blogspot.co.id)

Tongkonan merupakan rumah yang diwariskan secara turun temurun oleh keluarga atau marga suku Toraja. Tongkonan terbuat dari kayu dan memiliki atap yang terbuat dari daun nipa atau kelapa. Bangunan adat ini selalu dibangun menghadap ke utara, arah yang dianggap sebagai sumber kehidupan. Jika dilihat dari bagian samping, bentuk atap Tongkonan akan mirip seperti tanduk kerbau.

Rumah adat Toraja sering disebut Tongkonan sementara Alang merupakan Lumbung. Beberapa rumah Tongkonan dan alang (lumbung padi) yang berusia sangat tua pun masih bisa ditemukan di sini sementara beberapa diantaranya sudah direnovasi akibat termakan usia, bahkan menurut Pak Rante di Sillanan ini masih ada rumah pertama orang Toraja yang di sebut rumah di tokke’ atau rumah yang mengambang. Tongkonan merupakan rumah adat masyarakat Toraja. Kata “Tongkonan” berasal dari bahasa Toraja yaitu “Tongkon” yang berarti duduk.


Disini terdapat tongkonan yang dikenal dengan istilah "Tongkonan Karua" (Delapan Tongkonan). Tongkonan tersebut mempunyai peran dalam masyarakat adat setempat. Tongkonan Karua terdiri dari: Pangrapa', Sangtanete Jioan, Nosu, Sissarean, Tomentaun, To'barana' digente' Rompona Langsa', To'lo'le Jaoan, dan Karampa' Pangla Padang.

Sedangkan tongkonan yang tidak masuk dalam Tongkonan Karua, merupakan Tongkonan dengan fungsi khusus yaitu Tongkonan Maruang Banua Sura', Tongkonan Doa' (Pa'palumbangan), Tongkonan Indo' Piso atau Tomanyampan digelar "To Ma'kararona Aluk sola Pemali To Dipalisu Sanda Pati'na". Di depannya terdapat lumbung padi, yang di sebut “ALANG”. Alang adalah tempat orang Toraja menyimpan hasil panen mereka seperti padi. Tiang-tiang lumbung terbuat dari batang pohon palem atau yang biasa di sebut “Bangah” yang licin dan sangat halus, sehingga tikus tidak bisa memanjat masuk ke dalam lumbung. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran bergambar ayam dan matahari, yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.


Orang Toraja menganggap tongkonan sebagai simbol “IBU”, sedangkan alang sebagai “BAPAK”. Tongkonan tidak hanya berfungsi sebagai rumah tinggal, tetapi juga sebagai tempat mengadakan kegiatan soal, upacara adat, serta membina kekerabatan. Bagian dalam rumah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah dan selatan. Bagian utara atau ‘tengalok’ berfungsi sebagai ruang tamu, ruang tidur anak-anak, dan juga tempat meletakkan sesaju. Bagian tengah yang disebut ‘Sali’ berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, tempat menyemayamkan orang mati dan juga sebagai dapur. Dan bagian selatan disebut ‘sumbung’, merupakan ruangan untuk kepala keluarga. Di tempat ini pula tanaman kapas yang dipakai untuk pembuatan kain khas Toraja.

Pemakaman

Pemakaman Toraja (https://info-toraja.blogspot.co.id)

Pemakanan tradisional toraja berupa liang kubur batu di dinding tebing juga dapat ditemukan di desa ini, demikian juga dengan monumen-monumen megalitik sebagai peringatan upacara pemakaman di masa lalu.

Di kehidupan masyarakat Toraja, kerbau memang dijadikan simbol status social. Ketika keluarga Toraja menyelenggarakan upacara adat pemakaman, mereka akan menyembelih kerbau yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi keluarga penyelenggara adat. Setelah disembelih, tanduk-tanduk kerbau dipasang pada Tongkonan milik mereka. Semakin banyak jumlah tanduk kerbau pada Tongkonan, berarti semakin tinggi pula status sosial pemiliknya di kalangan masyarakat Toraja.

Benteng

Di kampung Sillanan juga terdapat peninggalan sejarah berupa benteng Pertahanan Sillanan yang bernama Tangdi Rompo di puncak bukit batu Sillanan. Benteng ini menurut Pak Rante terbuat dari batu gunung asli yang disusun rapi. Benteng-benteng ini digunakan masyarakat Sillanan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, baik saat perang antar suku di Toraja maupun perang melawan pasukan dari luar Toraja termasuk Belanda. Untuk mencapai lokasi benteng ini harus menempuh satu hari satu malam berjalan kaki dari desa Sillanan.

Sumur Gunung Tintiri (Bubunna Tintiri Buntu)

Sumur adat Bubunna tintiri buntu (https://sarubang12.blogspot.co.id)

Bubunna tintiri buntu merupakan aset terbaik yang dimiliki oleh desa Sillanan. Mata air ini berbeda dari mata air pada umumnya. Sumur ini akan membuat siapa saja yang mencoba akan merasakan kesejukan air awet muda dan umur panjang. Wisatawan yang datang berkunjung di Sillanan tidak pernah melewatkan untuk merasakan dingin dan kesegaran dari air ini. Bahkan banyak yang membawa air ini sebagai cindramata.

Sumur adat Bubunna tintiri buntu (https://sarubang12.blogspot.co.id)

Usia sumur ini diperkirakan sama dengan usia perkampungan adat tua Sillanan. Menurut penduduk di desa Sillanan, Bubun Sillanan ini tidak pernah kering meskipun wilayah Toraja dan sekitarnya dilanda musim kemarau panjang. Sumur ini mempunyai kisah-kisah magis tersendiri, Menurut cerita Pak Rante, konon terdapat seekor belut raksasa dibawah sumur ini dan simbol wanita yang terdapat disumur ini diyakini sebagai penjaga sumur tersebut, bahkan si pembuat patung wanita tersebut sampai meninggal dan kehilangan keturunannya karena memahat wajah wanita penjaga sumur gunung tintiri ini.

Akses

Jarak Makassar ke Toraja 300 Km lebih, via darat bisa naik bis umum dari Terminal Daya, Makassar atau sewa mobil travel berikut sopirnya. Waktu tempuhnya lebih cepat sekitar 8-9 jam. Via udara dari Bandara Hasanuddin Makassar ke Bandara Pongtiku, dilayani oleh maskapai Dirgantara Air Service (DAS) yang mengoperasikan pesawat jenis Casa 212 dengan kapasitas 24 orang.

Akomodasi

Ada beberapa pilihan akomodasi yang dapat Anda inapai di Toraja, antara lain Sahid Toraja Hotel, Toraja Heritage, Toraja Prince, Hotel Indra I, Hotal Indra II, Wisma Bungin, dan Penginapan Makale.

Rumah makan juga sudah banyak, namun bagi muslim perlu hati-hati karena banyak restoran atau kedai yang menyajikan menu babi. Tapi tak perlu cemas, ada beberapa rumah makan yang dikelola muslim dan menyajikan aneka menu halal seperti nasi goreng, capcay, masakan Jawa, Padang, dan lainnya. Salah satu resto bermenu halal yakni Rumah Makan Hj. Idaman di Jalan Merdeka, Makale, tepatnya di sebelah Masjid Raya Makale yang berarsitektur tua.
Previous Post Next Post