Senjata Tradisional Kalimantan Barat

Nyabor (Nyabur)

Ibukota Propinsi Kalimantan Barat adalah Pontianak. Kota ini terletak di bawah garis khatulistiwa. Kota Pontianak didirikan pada tahun 1771 pada waktu pemerintahan Sultan Pontianak. Penduduk asli propinsi ini adalah orang Dayak dan orang Melayu.

Mandau Tangkitn

Mandau Tangkitn (https://budaya-indonesia.org)

Tangkitn adalah sejenis parang yang terbuat dari besi. Bagian hulunya melengkung dan pada ujungnya bertampuk kuningan. Tangkitn yang bentuk hulu menyerupai salib oleh masyarakat Dayak disebut tangkitn perempuan, sedangkan tangkitn yang tidak terdapat tonjolan polos disebut tankitn laki-laki.

Alas pegangan hulu tangkitn laki-laki biasanya dilapis dengan lilitan kain merah karena letak kekuatan magis Tangkitn terletak pada lilitan kain merah tersebut, konon cerita pada lilitan kain merah tersebut empu memasukkan kekuatan magis selain itu kain merah juga melambangkan keberanian. Sarung tangkitn dibuat dari kayu tipis dan pipih yang dililit dengan gelang rotan dan diperkuat dengan plat kuningan.

Kadang-kadang ada tangkitn yang sarungnya diukir dengan motif yang disesuaikan dengan selera pemiliknya. Tangkitn selain dipergunakan sebagai senjata untuk mempertahankan diri juga dipakai oleh penari laki-laki dalam acara tarian adat. Alat ini hanya dapat dijumpai pada masyarakat Dayak di Pontianak, Kalimantan Barat.

Keris

Keris (https://folksofdayak.wordpress.com)

Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya). Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya, karena tidak simetris di bagian pagkal yang melebar, seringkali bilahnya berkelok-kelok.

Keris raksasa (https://folksofdayak.wordpress.com)

Duhung (Dohong)

Duhung (https://budaya-indonesia.org)

Selama ini, mungkin masyarakat lebih mengenal mandau dan parang sebagai senjata tradisional yang dimiliki suku Dayak. Padahal, suku yang mendiami daerah pesisir Pulau Kalimantan ini memiliki satu lagi senjata tradisional, yaitu duhung.

Konon, senjata tradisional ini diyakini sebagai senjata tertua suku Dayak. Masyarakat Dayak meyakini duhung sudah tercipta ketika manusia belum ada di dunia. Duhung merupakan senjata yang diciptakan oleh leluhur suku Dayak di alam atas, kayangan.

Manusia pertama yang memiliki duhung adalah mereka yang dipercaya sebagai leluhur suku Dayak. Pada awalnya, hanya tiga orang yang memiliki duhung, yaitu Raja Sangen, Raja Sangiang, dan Raja Bunu.

Duhung (https://budaya-indonesia.org)

Menurut legenda, ketiga raja tersebut memiliki duhung yang berbeda. Duhung milik Raja Sangen dan Raja Sangiang terbuat dari besi yang bisa mengapung. Sementara, duhung milik Raja Bunu terbuat dari besi yang tidak bisa mengapung. Duhung jenis ini biasa disebut sanaman leteng. Raja Bunu inilah yang diyakini sebagai manusia yang bernyawa dan bisa mati, dan diyakini sebagai salah satu leluhur dan nenek moyang suku Dayak. Senjata yang ukurannya berkisar 50-75 cm ini dahulu digunakan sebagai alat berburu atau bercocok tanam. Dalam perkembangannya, saat ini duhung tidak lagi berfungsi sebagai senjata melainkan benda pusaka yang dipajang atau disimpan.

Sekilas, duhung terlihat seperti tombak. Hanya saja, duhung tajam pada kedua belah sisinya. Masyarakat Dayak biasa menyelipkan duhung di bagian depan pinggang. Duhung jenis ini biasa disebut dengan duhung papan benteng.

Menurut para tetua Suku Dayak, pembuatan duhung harus selesai pada hitungan ganjil. Hal ini didasarkan kepercayaan bahwa segala hal akan diselesaikan atau digenapkan oleh Sang Maha Kuasa.

Nyabor (Nyabur)

Nyabor (https://archive.kaskus.co.id)

Nyabur adalah variasi bentuk lain dari Mandau atau parang ilang, dimana bilahnya melengkung dan ujung runcing keatas, biasanya dibawah gagangnya ada semacam kait besar disebut kundieng. Nyabur juga memliki variasi bentuk lain akibat pengaruh budaya melayu atau arab, perubahan ini ada pada gagang dan motive yang menghiasi bilahnya.

Nyabur (https://folksofdayak.wordpress.com)

Lunju

Lunju (https://folksofdayak.wordpress.com)

Lunju atau tombak adalah senjata yang sangat umum dikenal oleh semua sub suku dayak. Kadangkala lunju juga disatukan dengan “Sipet” atau sumpit.

Kadang mata tombak pada lundju ini akan diberi hiasan (namun sangat jarang) dan umumnya gagang lundju ini kayu ulin tanpa hiasan atau ukiran. Tetapi ada juga beberapa lundju istimewa yang diberi hiasan ukiran tertentu.
Previous Post Next Post