Sejarah Gerobak Sapi

Oleh A. Sartono

Gerobak Sapi Jaman Dahulu Di Surabaya

Gerobak adalah kendaraan tradisional yang dulunya cukup banyak dapat ditemukan di seluruh Jawa. Pada masa lalu raja Hayam Wuruk pun sering menggunakan kendaraan berupa gerobak yang ditarik oleh dua ekor kerbau. Mungkin pada zaman itu gerobag merupakan salah satu kendaraan tradisional yang cukup mewah. Maklum, tidak setiap orang mampu membeli gerobak maupun binatang penariknya. Pada gilirannya gerobak menjadi kendaraan yang cukup diandalkan di Jawa di samping tentu saja, pedati, cikar, delman, atau andong.

Mungkin dulunya kendaraan yang ditarik oleh binatang dan memiliki sepasang roda disebut juga gerobak. Seperti halnya pada saat ini semua alat angkut beroda dua yang ditarik oleh tenaga manusia juga sering disebut gerobak. Entah itu gerobak pengangkut sampah, gerobak pengangkut barang bekas, dan sebagainya.

Entah mulai kapan pengertian alat angkut yang bernama gerobak itu mulai mengkhusus mengacu pada pengertian sebuah kendaraan beroda dua yang bodinya terbuat dari beberapa batang balok kayu, berdinding anyaman kulit bambu dengan bentuk seperti trapesium, atap umumnya terbuat dari anyaman bambu yang ditumpuk berlapis dengan lapisan paling atas berupa seng.


Selain itu terdapat juga tirai yang terbuat dari karung goni yang berfungsi untuk menahan terpaan sinar matahari dan tampias air hujan. Tirai ini disangkutkan pada atap dan tiang atap gerobak. Terdapat juga rem yang terbuat dari balok atau gelondongan batang kayu, kusir selalu memegang cemeti, sepasang kuk dengan tangkai balok kayu yang menyambung ke bodi kendaraan, serta sepasang hewan penarik kendaraan yang umumnya berupa dua ekor sapi atau kerbau dengan kalung lonceng yang selalu berbunyi kelonengan atau keluntungan.

Gerobak semacam itu pada masa lalu sempat menjadi raja jalanan di samping pedati atau andong. Pasalnya pada masa lalu kendaraan ini menjadi alat angkut yang vital bagi hasil-hasil bumi pedalaman Tanah Jawa. Bukan hanya hasil bumi dari para petani di Jawa, melainkan juga hasil-hasil perkebunan milik Belanda yang memberikan hasil berkelimpahan pada zaman Tanam Paksa.

Oleh karena di masa lalu gerobak merupakan kendaraan yang cukup mahal juga harganya, maka kendaraan ini juga menjadi semacam tanda bahwa orang yang memilikinya merupakan orang yang lumayan juga kedudukan ekonominya. Lebih-lebih pada masa lampau pesanan akan jasa gerobak ini cukup sering terjadi sehingga pemasukan bagi pemiliki gerobak relatif cukup terjamin, setidaknya dibandingkan kehidupan para petani penggarap atau petani kecil pada masa lalu.


Kini kendaraan bernama gerobak seperti gambaran di atas sudah sangat sulit ditemukan di Jogja. Kalaupun ada kemungkinan besar jenis kendaraan ini tidak akan pernah masuk ke kota karena akan sangat merepotkan lalu lintas kota Jogja yang sudah super padat itu. Bayangkan, di tengah lalu lintas kota yang padat tiba-tiba ada gerobak yang ditarik sapi ikutan melintas. Sudah bodinya besar dan panjang, jalannya lambat, sapinya kencing bahkan buang air besar. Dahsyat bukan ?! Sekalipun sudah sulit ditemukan, secara tidak sengaja Tembi melihatnya di Jalan Palagan Tentara Pelajar pada sekitar bulan Agustus 2009. Dengan cepat Tembi mengabadikannya, cepret-cepret-cepret. Sebenarnya Tembi mau mewawancarainya, namun kusir gerobak itu hanya tersenyum sambil melambaikan tangan tanda menolak. Yo uwis lah.

Gerobak yang difoto Tembi ini masih kelihatan baru. Hal itu bisa ditandai dari catnya yang masih kinclong. Kayu-kayu sebagai kerangka bodinya juga masih kelihatan baru (bekas serutan-halus). Demikian pula roda dan asnya juga kelihatan masih baru. Sapi yang digunakan untuk menarik gerobak ini juga kelihatan muda dan gagah. Menilik wujudnya sapi yang digunakan untuk menarik gerobak ini adalah jenis sapi brahman. Sapi unggul dari India yang oleh orang Jawa disebut sebagai sapi Benggala. Mungkin orang Jawa memang mengidentifikasi sapi brahman ini sebagai sapi yang berasal dari Benggala yang identik pula dengan India. Sapi brahman dikenal berpostur gagah, tinggi, berpunuk besar, bergelambir lebar di leher bagian bawah.

Kemungkinan besar pemilik gerobak tersebut adalah orang yang memang mencintai model alat angkut tradisional. Pasalnya di zaman sekarang orang memiliki gerobak justru lebih banyak tomboknya daripada untungnya karena alat angkut telah tergantikan dengan kendaraan bermesin. Entah itu truk, pick up, colt box, kereta api, maupun truk kontainer. Gerobak sapi mungkin hanya bertahan di tangan para penggemar fanatiknya. Gerak atau aktivitasnya pun jelas terbatas. Mungkin jenis alat angkut ini kelak hanya akan tinggal sebagai kenangan sejarah. Untunglah Tembi masih bisa menikmatinya.


Sumber: Tembi

Previous Post Next Post